Langsung ke konten utama

MENENGOK LAGI BUNG HATTA

Suatu ketika, pada tahun 1950an, Bung Hatta ingin memiliki sepatu Bally—bila disebut Bung, niscaya orang akan berpaling kepada proklamator itu, bukan Hatta yang lain (baginya, panggilan Bung juga lebih egaliter dibandingkan dengan Bapak). Ini merek terkenal pada masa itu. Tapi, sekalipun ia wakil presiden negara ini, Bung Hatta baru sanggup menyimpan guntingan iklan sepatu yang memuat alamat penjualnya—ia harus menabung lebih dulu. Ia tak bisa menyuruh ajudan untuk langsung membeli sepatu itu.

Tokoh ini memang memilih cara yang khas Hatta: berusaha membeli dengan uang hasil keringat sendiri. Usaha Bung Hatta untuk menyisihkan sebagian gaji sebagai wakil presiden tidak mudah terlaksana. Uang gaji terpakai untuk keperluan rumah tangga dan membantu orang-orang yang meminta pertolongan. Pendek cerita, hingga akhir hayatnya, Bung Hatta hanya mampu memiliki guntingan iklan sepatu Bally itu.

Mengapa Bung Hatta tidak memasukkan item sepatu Bally ke dalam anggaran rumah tangga kewakilpresidenan? Jangankan menyisipkan anggaran untuk membeli sepasang sepatu (“Padahal ia seorang wakil presiden, Bro!” kata anak generasi Net), mau yang jauh lebih dari itu, niscaya Bung Hatta bisa (kalau memakai ukuran sekarang). Namun tindakannya mengembalikan dana taktis, yang sebenarnya tak perlu dipertanggungjawabkan, cukup memberi gambaran mengapa ia tidak akan mau menyisipkan anggaran membeli sepatu.

Bung Hatta juga pernah menolak naik gaji. Ia terpaksa menyetujui kenaikan gajinya setelah diberitahu bahwa jika gajinya tidak naik, gaji para pegawai tidak akan bisa dinaikkan.
Saya jadi ingat kata-kata Abraham Lincoln, ‘dedengkot’ negara Amerika Serikat. Ia pernah berbicara begini: “Siapa saja mungkin tahan menderita. Namun jika ingin mengetahui karakternya, berilah ia kekuasaan.” Sejarah menunjukkan bahwa Bung Hatta telah lolos dari ujian kekuasaan. Jabatan tak mampu memerangkapnya.

Setelah mundur dari jabatan wakil presiden, ia menolak permintaan untuk menjadi komisaris perusahaan. “Apa kata rakyat?” ujarnya. Ia membiayai hidup keluarganya, membayar tagihan listrik, air, dan sebagainya dari honor menulis. Ceritanya, Bung Hatta kali ini tidak sanggup membeli mesin jahit, padahal Bu Rahmi—istri Bung Hatta—sudah lama ingin memilikinya, bahkan ketika suaminya masih wakil presiden. Di saat jadi wapres, tabungan Bu Rahmi untuk membeli mesin jahit terpangkas oleh sanering (pemotongan nilai mata uang)—yang tadinya Rp 100 menjadi Rp 1.

Di zaman sekarang, kata seorang tokoh masyarakat, hidup sederhana itu sukar. Ada pejabat yang mengeluh gajinya tidak naik-naik. Ada petinggi partai yang merasa kurang patut bila datang ke gedung parlemen dengan mobil butut atau memakai jam tangan dua ratus ribu rupiah. Ada pula pejabat yang berutang uang lauk-pauk hingga miliaran rupiah untuk menjamu tamu-tamunya dan membebankannya kepada anggaran negara.

Sebagai pemimpin, Bung Hatta bertindak menurut pikiran dan hati nuraninya, bukan menurut paksaan keadaan—ia tidak mau dipaksa oleh gengsi sekalipun. Ia bukan pula sosok yang, meminjam kalimat sosiolog Ignas Kleden, “senang menumpang kemungkinan yang diberikan oleh kesempatan”. Ia sanggup hidup asketis di tengah kekuasaan–yang akhirnya ia tinggalkan pula kekuasaan itu ketika ia tak sanggup memangkunya.
Di tengah hiruk-pikuk kekuasaan dan pesona harta seperti zaman sekarang, seandainya ia masih hidup—Bung Hatta akan tetap seorang anomali. ***


Komentar

Postingan populer dari blog ini

MEMBANGUN KREATIFITAS

THINKERTOYS "Handbook" Permainan Berpikir para Pebisnis Kreatif. Mengoptimalkan sinergi otak kanan dan otak kiri . Thinkertoys merangsang setiap orang untuk mendapatkan ide baru. Thinkertoys merupakan teknik spesifik dan praktis yang dapat menghasilkan ide besar atau kecil: untuk menghasilkan uang, menyelesaikan masalah, memenangi persaingan, atau meningkatkan karier. Yang pasti, teknik-teknik ini akan membantu Anda memiliki ide untuk menghasilkan produk baru dan cara baru melakukan sesuatu. Thinkertoys ini … Mengubah setiap orang menjadi pemikir kreatif — CreativeMind Menunjukkan bagaimana melakukan hal yang dianggap tak mungkin — The Futurist Orkestra berpikir-kreatif dalam sebuah buku yang akan melejitkan imajinasi — Chicago Tribune Menunjukkan bagaimana mengembangkan imajinasi — Newsweek Akan mengubah cara berpikir — Wall Street Journal Salah satu buku bisnis terpenting dasawarsa ini — Women in Business Salah satu buku bisnis terbaik — majalah success Akan

JANGAN LARI DARI MASALAH

Sumber Gambar : www.lssacademy.com Ah, masalah lagi, masalah lagi. Bosen ah ! Masih sering memiliki pemikiran demikian ? Hehe, .. pasti iyah. Hal yang ditakuti serta selalu ingin dijauhi oleh semua orang, ingin dihindari dan selalu dijadikan biang ketidak nyamanan dalam hidup. Yah, itulah masalah. Semua orang pasti akan mengalaminya, menemukannya dan menjumpainya disetiap waktu dan kesempatan, ya toh. Bener kan ? … halahhh, kayak apa saja.   Setiap hari masalah seolah menjadi santapan wajib bagi kita. Adakah yang tidak mempunyai masalah ? Atau adakah mereka yang terbebas dari masalah ? Ah, ya jelas tidak ada dong. Hidup itu kan terus bergerak, tanda adanya pergerakan itu adalah peningkatan baik secara pemikiran, ucapan maupun tindakan. Dan pergerakan itu muncul oleh karena adanya inovasi sebagai sebuah solusi. Nah lhoo, .Solusi buah dari Inovasi itu tidak akan hadir jika MASALAH tidak menyambangi kita. Jadi, justru Solusi itu bisa timbul jika masalah muncul. Logikanya, lha